Jumat, 03 Desember 2010

HIPOTESIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat seorang peneliti telah mengkaji hasil-hasil penelitian sebelumnya melalui studi kepustakaan, dan telah juga memilih serta merumuskan masalah yang ingin dipecahkan maka selanjutnya langkah yang perlu diambil adalah merumuskan hipotesis – hipotesis untuk diuji.

Hipotesis dapat juga dipandang sebagai konklusi yang sifatnya sangat sementara. Sebagai konklusi sudah tentu hipotesis tidak dibuat dengan semena-mena, melainkan atas dasar pengetahuan-pengetahuan tertentu. Pengetahuan ini sebagian dapat diambil dari hasil-hasil serta problematika-problematika yang timbul dari penyelidikan-penyelidikan yang mendahului, dari renungan-renungan atas dasar pertimbangan yang masuk akal, ataupun dari hasil-hasil penyelidikan yang dilakukan sendiri.

Memperfomulasikan hipotesis harus diakui, adalah suatu pekerjaan yang sukar dalam penelitian. Hal ini akan sangat terasa jika permasalahan yang ingin dipecahkan tidak memiliki kerangka teori yang jelas. Di lain pihak, kesukaran dalam merumuskan hipotesis juga dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan peneliti untuk menggunakan kerangka teori secara logis, di samping kurang mengenal teknik serta metode yang ada.

Memang tidak semua penelitian harus merumuskan hipotesis, seperti pada penelitian yang bersifat eksploratif dan deskriptif. Hipotesis biasanya dibutuhkan pada penelitian ilmiah yang berkaitan dengan verifikasi. Terlepas dari hal tersebut, maka kemampuan untuk merumuskan hipotesis dan cara mengujinya sangat penting dimiiki oleh peneliti, Cara pengujian hipotesis itu sendiri sangat bergantung dari metode dan desain penelitian serta bergantung pada kemampuan peneliti untuk menemukan kecocokan antara hipotesis dengan fakta dan logika

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut

  1. Apa yang dimaksud dengan hipotesis?
  2. Apa saja kegunaan hipotesis?
  3. Apa saja ciri-ciri hipotesis?
  4. Apa saja jenis-jenis hipotesis?
  5. Bagaimana cara menguji hipotesis?
  6. Bagaimana cara menggali dan merumuskan hipotesis?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian hipotesis

Hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan apa yang akan dicari atau apa yang akan dipelajari dalam suatu penelitian. Hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja panduan dalam verifikasi

Trealese (1960) memberikan definisi hipotesis sebagai suatu keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati.

Good dan scates (1954) menyatakan bahwa hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah selanjutnya.

Kerlinger (1973) menyatakan hipotesis adalah pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua atau lebih variabel[1].

Dari arti katanya, hipotesis memang dari dua penggalan. Kata “HYPO” yang artinya “DI BAWAH” dan “THESA” yang artinya “KEBENARAN” jadi hipotesis yang kemudian cara menulisnya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia menjadi hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis.

Apabila peneliti telah mendalami permasalahan penelitiannya dengan seksama serta menetapkan anggapan dasar, maka lalu membuat suatu teori sementara , yang kebenarannya masih perlu di uji (di bawah kebenaran). Inilah hipotesis peneliti akan bekerja berdasarkan hipotesis. Peneliti mengumpulkan data-datadata yang paling berguna untuk membuktikan hipotesis. Berdasarkan data yang terkumpul , peneliti akan menguji apakah hipotesis yang dirumuskan dapat naik status menjadi teas, atau sebaliknya tumbang sebagai hipotesis, apabila ternyata tidak terbukti.

Terhadap hipotesis yang sudah dirumuskan peneliti dapat bersikap dua hal yakni [2] :

1. Menerima keputusan seperti apa adanya seandainya hipotesisnya tidak terbukti (pada akhir penelitian).

2. Mengganti hipotesis seandainya melihat tanda-tandatanda bahwa data yang terkumpul tidak mendukung terbuktinya hipotesis (pada saat penelitian berlangsung).

Untuk mengetahui kedudukan hipotesis antara lain [3] :

1. Perlu di uji apakah ada data yang menunjuk hubungan variabel penyebab dan variabel akibat.

2. Adakah data yang menunjukkan bahwa akibat yang ada ,memang ditimbulkan oleh penyebab itu.

3. Adanya data yang menunjukkan bahwa tidak ada penyebab lain yang bisa menimbulkan akibat tersebut.

Apabila ketiga hal tersebut dapat dibuktikan , maka hipotesis yang dirumuskan mempunyai kedudukan yang kuat dalam penelitian.

G.E.R brurrough mengatakan bahwa penelitian berhipotesis penting dilakukan bagi :

1. Penelitian menghitung banyaknya sesuatu

2. Penelitian tentang perbedaan

3. Penelitian hubungan.

B. Kegunaan hipotesis

Secara garis besar kegunaan hipotesis antara lain [4]:

1. Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.

2. Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan yang langsung dapat diuji dalam penelitian.

3. Hipotesis memberikan arah kepada penelitian.

4. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penyelidikan

Sementara Moh. Nazir dalam “Metode penelitian” merumuskan kegunaan hipotesis sebagai berikut :[5]

1. Memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian

2. Menyiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antarfakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.

3. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai berai tanpa koordinasi ke dalam satu kesatuan penting yang menyeluruh

4. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antarfakta

C. Ciri-ciri hipotesis

Hipotesis yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :[6]

a. Hipotesis harus menyatakan hubungan

b. Hipotesis harus sesuai dengan fakta

c. Hipotesis harus berhubungan dengan ilmu, serta sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan

d. Hipotesis harus dapat diuji

e. Hipotesis harus sederhana

f. Hipotesis harus bisa menerangkan fakta

Sementara Sugiyono mengungkapkan karakteristik hipotesis yang baik adalah[7] :

    1. Merupakan dugaan terhadap keadaan variabel mandiri, perbandingan keadaan variabel pada berbagai sampel, dan merupakan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih.
    2. Dinyatakan dalam kalimat yang jelas, sehingga tidak menimbulkan berbagai penafsiran
    3. Dapat diuji dengan data yang dikumpulkan dengan metode-metode ilmiah

D. Jenis-jenis hipotesis

Hipotesis, yang isi dan rumusannya bermacam-macam, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung dari pendekatan yang dipilih dalam menggolongkannya. Ada 3 penggolongan hipotesis yaitu :[8]

1. Hipotesis hubungan dan perbedaan

Hipotesis tentang hubungan adalah pernyataan rekaan yang menyatakan tentang saling berhubungan antara dua variable atau lebih, yang mendasari teknik korelasi ataupun regresi.

Hipotesis tentang perbedaan adalah hipotesis yang menjelaskan adanya perbedaan/ ketidaksamaan antar variable tertentu yang disebabkan adanya pengaruh variable yang berbeda-beda

2. Hipotesis kerja dan hipotesis nul

Hipotesis Nul mula-mula diperkenalkan oleh bapak statistika Fisher, diformulasikan untuk ditolak sesudah pengujian. Dalam hipotesis ini, selalu ada implikasi “tidak ada beda”. Perumusannya bisa dalam bentuk : “Tidak ada beda antara…..dengan…..”

Hipotesis Nul biasanya diuji dengan menggunakan statistika. Hipotesis Nul biasanya ditolak. Denga menolak hipotesis Nul, maka kita menerima hipotesis pasangan, yang disebut Hipotesis Alternatif.

Hipotesis Nul biasanya digunakan dalam penelitian eksperimental dan juga disunakan dalam penelitian sosial, seperti penelitian di bidang sosiologi, pendidikan dan lain-lain.

Hipotesis kerja mempunyai rumusan dengan implikasi di dalamnya. Biasanya dirumuskan :“Andaikata….., maka…..”

Hipotesis Kerja biasanya diuji dan untuk diterima dan dirumuskan oleh peneliti-peneliti ilmu sosial dalam desain yang noneksperimental. Dengan adanya Hipotesis kerja ini, si peneliti dapat bekerja lebih mudah dan terbimbing dalam memilih fenomena yang relevan dalam rangka memecahkan masalah penelitiannya.

3. Hipotesis tentang Ideal vs Common Sense

Hipotesis Common Sense (akal sehat) biasanya menyatakan hubungan keseragaman kegiatan terapan. Contohnya, hipotesis sederhana tentang produksi dan status pemilikan tanah dan hipotesis mengenai hubungan tenaga kerja dengan luas garapan.

Sedangkan hipotesis yang menyatakan hubungan yang kompleks dinamakan hipotesis jenis ideal. Hipotesis ini bertujuan untuk menguji adanya hubungan logis antara keseragaman-keseragaman pengamalan empiris. Hipotesis Ideal adalah peningkatan dari hipotesis analitis. Misalnya, kita mempunyai hipotesis ideal tentang keseragaman empiris dan hubungan antar daerah, jenis tanah, luas garapan, jenis pupuk dan sebagainya.

E. Menggali dan Merumuskan Hipotesis

Dalam menggali dan merumuskan hipotesis, seorang peneliti harus sanggup memfokuskan permasalahan sehingga hubungan-hubungan yang terjadi dapat diterka. Dalam menggali hipotesis, si peneliti harus [9]:

a. Mempunyai banyak informasi tentang masalah yang ingin dipecahkan dengan jalan banyak membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.

b. Mempunyai kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang tempat-tempat, objek-objek serta hal-hal yang berhubungan satu sama lain dalam fenomena yang sedang diselidiki.

c. Mempunyai kemampuan untuk meghubungkan suatu keadaan dengan keadaan lainnya yang sesuai deangan kerangka teori ilmu dan bidang yang bersangkutan.

Dalam penelitian ilmu-ilmu sosial yang telah cukup berkembang seperti ilmu ekonomi misalnya, perumusan hipotesis dimulai dengan pembentukan kerangka analisis. Kerangka ini biasanya dinyatakan dalam model matematika. Hipotesis-hipotesis dikaitkan dengan model matematika tersebut, yang kemudian diuji dengan menggunakan data empiris.

Goode dan Hatt (1952) memberikan empat buah sumber untuk menggali hipotesis yaitu :

a. Kebudayaan dimana ilmu tersebut dibentuk

b. Ilmu itu sendiri yang menghasilkan teori dan teori memberi arah kepada penelitian.

c. Analogi juga merupakan hipotesis. Pengamatan terhadap jagad raya yang serupa atau pengamatan yang serupa pada ilmu lain merupakan hipotesis yang baik.

d. Reaksi indivudu dan pengalaman. Reaksi individu terhadap sesuatu, ataupun pengalaman-pengalaman sebagai suatu konsekuensi dari suatu fenomena dapat merupakan sumber hipotesis.

Good and Scates (1954) memberikan beberapa sumber untuk mengali hipotesa :

1. Ilmu pengetahuan dan pengertian yang mendalam tentang ilmu

2. Wawasan sertapengertian yang mendalam tentang suatu wawasan

3. Imajinasi atau angan-angan

4. Materi bacaan dan literatur

5. Pengetahuan tentang kebiasaan atau kegiatan dalam daerah yang sedang diselidiki

6. Data yang tersedia

7. Analogi atau kesamaan

Merumuskan hipotesis bukanlah hal yang mudah, sekurang-kurangnya ada tiga penyebab kesukaran dalam memformulasikan hipotesis yaitu

1. Tidak adanya kerangka teori atau pengetahuan tentang kerangka teori yang terang.

2. Kurangnya kemampuan untuk menggunakan kerangka teori yang sudah ada.

3. Gagal berkenalan dengan teknik-teknik penelitian yang ada untuk dapat merangkaikan kata-kata dalam membuat hipotesis secara benar.


Hal-hal yang harus dipikirkan dalam merumuskan hipotesis,adalah:

1. hipotesis yang dirumuskan tentang hubungan antara dua variable atau lebih juga akan dijumpai dalam penelitian lainnya.

2. hubungan yang direka sebaiknya berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teori . jika sumber dari hipotesis adalah aosiasi berdasarkan penemuan-penemuan lain, maka terdapat kemungkinan yang besar bahwa hipotesis yang dibentuk akan sesuai dengan penemuan pada penelitian-penelitian lainnya. Jika hipotesis berdasarkan suatu kerangka teori yang jelas, maka sudah jelas hipotesis tersebut tidak akan bertentangan dengan teori.

3. Jika hipotesis dirumuskan dan bersumber pada intuisi atau firasat, akan memberikan kotribusi yang besar terhadap ilmu.

Tetapi hipotesis yang didasarkan pada firasat akan menjurus kepada :

a. Tidak adanya jaminan bahwa hubungan yang diperoleh juga akan diperoleh dalam penelitian lain.

b. Hubungan yang dibentuk tidak ada hubungannnya dengan ilmu atau teori.

Sebagai kesimpulan, maka beberapa petunjuk dalam merumuskan hipotesis adalah sebagai berikut :

a. Hipotesis harus dirumuskan secara jelas dan padat serta spesifik

b. Hipotesis sebaiknya dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan

c. Hipotesis sebaiknya menyatakan hubungan antardua atau lebih variable yan dapat diukur

d. Hipotesis hendaknya dapat diuji

e. Hipotesis sebaiknya mempunyai kerangka teori

Dari hipotesis-hipotesis dapat juga tumbuh teori. Dalam hal ini batasan antara hipotesis dan teori sukar diberikan. Perbedaan jika ada, hanya terletak pada luas dan kompleksnya pengujian terhadap fakta. Dalam tahap permulaan, teori dapat merupakan hipotesis-hipotesis dan dengan implikasi logika yang berjenis-jenis serta hipotesis-hipotesis yang berliku-liku memperlihatkan kecocokan dengan fakta maka ia telah menjadi teori. Tetapi penjabaran teori dari hipotesis tidaklah mudah apalagi kehendak mau menjabarkan teori dari satu atau dua hipotesis saja, yaitu kecocokannya didasarkan pada satu atau beberapa kasus saja.

F. MENGUJI HIPOTESIS

Hipotesis tidak pernah dibuktikan kebenarannya, tetapi diuji validitasnya. Kecocokan hipotesis dengan fakta bukanlah membuktikan hipotesis, karena bukti tersebut memberikan alasan kepada kita untuk menerima hipotesis, dan hipotesis adalah konsekuensi logis dari bukti yang diperoleh.

Pengujian hipotesis memerlukan pengetahuan yang luas mengenai teori, kerangka teori, penguasaan penggunaan teori secara logis, statistik, dan teknik-teknik pengujian.

Untuk menguji suatu hipotesis ,peneliti harus [10] :

1) Menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsekuensi yang akan dapat diamati apabila hipotesis tersebut benar.

2) Memilih metode-metode penelitian yang mungkin, pengamatan , eksperimental, atau prosedur lain yang diperlakukan untuk menunjukkan apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak.

3) Menerapkan metode ini serta mengumpulkan data yang dapat dianalisis untuk menunjukkan apakah hipotesis tersebut didukung oleh data atau tidak.

Cara pengujian hipotesis bergantung dari metode dan desain penelitian yang digunakan. Hipotesis harus diuji dan dievaluasikan. Secara umum hipotesis dapat diuji dengan dua cara, yaitu mencocokkan dengan fakta, atau dengan mempelajari konsistensi logis.

F.1 Menguji Hipotesis dengan Konsistensi Logis

Penggunaan logika memegang peranan penting dalam menguji hipotesis dengan konsistensi logis. Logika adalah ilmu yang mempelajari cara member alasan.

Logika adalah studi tentang operasional memberi alasan, dengan mana fakta-fakta diamati, bukti-bukti dikumpulkan dan kesimpulan yang wajar diambil. Dengan demikian logika tidak lain adalah metode memberi alasan , cara penarikan kesimpulan dengan berfikir secara valid dinamakan berfikir secara logis.

. Ada dua cara dalam member alasan, yaitu cara deduktif (dari umum menjadi spesifik) dan data deduktif ( dari spesifik menuju umum).

1.1 Alasan Deduktif

Alasan deduktif adalah cara memberi alasan dengan berfikir dan bertolak dan pernyataan yang bersifat umum dan menarik kesimpulan yang bersifat khusus atau spesifik. Penarikan ini biasanya menggunakan polapikir yang disebut sillogisma. Sillogisma berasal dari kota Yunani yang berarti menggabungkan bersama-sama. Suatu sillogisme terdiri dari tiga kalimat, dimana dua kalimat pertama adalah dua proposisi atau premis dan kalimat terakhir adalah suatu kesimpulan. .

Cara deduksi member tiga keuntungan (Cohen, 1932).

a. Menolong menemukan beberapa asumsi yang benar serta memperbanyak hipotesisi alternative sebagai hipotesis pendamping

b. Deduksi serta akibat-akibatnya akan memperjelas arti hipotesis sehingga akan menolong proses pengujian hipotesis

c. Proses induksi dalam cara berfikir dapat membantu menghindari hal-hal yan tidak relevan dan induksi merupakan kunci unuk menyelesaikan teka-teki

Penggunaan sillogisma mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:

- Pengorganisasian pengetahuan dalam suatu pengalaman atau kepercayaan yang telah diterima

- Merupakan alat yang mampu dalam menentukan apakah sebuah kesimpulan yang diambil konsisten dengan hukum- hukum umum atau tidak.

Dalam program berfikir secara deduktif, ada tiga jenis sillogisma yang dapat digunakan, yaitu :

a. Sillogisma Alternatif

b. Sillogisma Hipotesis

c. Sillogisma Kategori

Sillogisma Alternatif dibangun berdasarkan proposisi alternative. Sillogisme terdiri dari 3 preposisi, yaitu :

- Premis Mayor, merupakan sebuah proposisi alternative

- Premis Minor, merupakan sebuah proposisi kategori

- Kesimpulan, yang juga merupakan sebuah proposisi kategori.

Sillogisma hipotetik adalah suatu argumentasi dengan tiga proposisi yaitu :

- Premis mayor yang merupakan proposisi hipotetik

- Premis minor yang merupakan proposisi kategori

- Kesimpulan yang merupakan proposisi kategori

Sillogisma Kategori adalah alat argumentasi yang banyak digunakan oleh Aristoteles, yang dinyatakan secara bebas sebagai “apa saja yang dapat dikukuhkan atau disalahkan dari satu kelas, dapat dikukuhkan atau ditolak oleh tiap anggota kelas tersebut”.

1.2 Alasan Induktif

Alasan induktif adalah cara berfikir untuk memberi alasan yang dimulai dengan pernyataan-pernyataan yang spesifik untuk menyusun suatu argumentasi yang bersifat umum. Banyak digunakan untuk menjajaki aturan-aturan alamiah dari suatu fenomena. Karena dalam kehidupan jagad raya ilmu tidak menggugat Pencipta, tetapi menelaah sebab dan akibat dari kejadian di jagad raya yang telah diciptakan Allah. Alasan-alasan induktif banyak digunakan dalam pembuktiannya.

Penggunaan alasan induktif dalam menguji hipotesis mempunyai dua macam keuntungan yaitu :

1. Pernyataan atau kesimpulan yang diambil mempunyai sifat umum, lebih ekonomis. Berbagai fakta mempunyai hubungan dan pengumpulan fakta tersebut dapat merupakan satu esensi yang menyeluruh.

2. Pernyataan yang bersifat umum tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan alasan lebih lanjut, baik secara induktif maupun deduktif.

F.2 Menguji dengan Mencocokkan Fakta

Satu cara lagi menguji hipotesis adalah mencocokkan fakta. Hal ini sering dilakukan pada penelitian dengan metode percobaan. Si peneliti, dalam hal ini, mengadakan percobaan untuk mengumpulkan data yang akan digunakan untuk menguji hipotesisnya. Pada percobaan tersebut si peneliti menggunakan control.

Control dalam suatu percobaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Dengan manipulasi fisik

2. Dengan pemilihan bahan atau desain

2.1 Manipulasi Fisik

Manupulasi fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan menggunakan berbagai alat. Manipulasi fisik dapat berupa manupulasi mekanis dengan menggunakan listrik, dengan cara pembedahan, dengan cara farmakologi, dan sebagainya.

2.2 Pemilihan atau Seleksi

Kontrol dalam percobaan juga dapat dikerjakan dengan seleksi, baik seleksi bahan ataupun seleksi terhadap desain percobaan yang akan digunakan. Dalam metode percobaan, si peneliti dapat memilih sesuka hati bahan-bahan yang digunakan asal saja bahan tersebut sesuai dengan tujuan.

Dengan desain percobaan yang dipilih, jumlah replikasi dan perlakuan dapat diatur, dan pengamatan dilakukan untuk menguji hipotesis. Jika data cocok dengan hipotesis, maka hipotesis diterima. Sebaliknya, jika hasil percobaan tidak cocok dengan hipotesis, maka hipotesis ditolak atau disimpan.


[1] Moh.Nazir,ph. D. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta: 2003, hal 151

[2] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktika, Rineka Cipta, Jakarta: 1997, hal. 72

[3] Ibid, hal. 73

[4] Drs. Arief Furchon, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya: 1982, hal. 126

[5] Moh.Nazir,Phd, Metode penelitian,Ghalia Indonesia, Jakarta:2003, hal 151

[6] Ibid, hal 152

[7] Prof.Dr.Sugiyono, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D,Alfabeta, Bandung, 2010

[8] Moh.Nazir,Phd, Metode penelitian,Ghalia Indonesia, Jakarta:2003, hal 153

[9] Moh.Nazir,Phd, Metode penelitian,Ghalia Indonesia, Jakarta:2003, hal 153

[10] Sanapioh Faiasl, Metodologi Penelitian Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya: 1982, hal. 19

Pemeliharaan dan Pengamanan Arsip

MATERI

Pemeliharaan dan Pengamanan Arsip


Pengertian Pemeliharaan dan Pengamanan Arsip

Kegiatan kearsipan adalah kegiatan keadministrasian. Arsip lahir karena terselenggaranya kegiatan organisasi. Keberadaan arsip membuktikan bahwa organisasi dan seluruh komponen yang ada di dalamnya menjalankan fungsinya. Banyak konsep pemeliharaan dan pengamanan arsip yang telah berubah dan harus disesuaikan dengan perkembangan zaman, misalnya disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang kearsipan. Komputer sebagai alat dalam kegiatan keadministrasian, memunculkan peluang dan tantangan baru bagi dunia kearsipan.

Istilah “pemeliharaan dan pengamanan” dalam beberapa literatur dan kamus dinyatakan atau dapat ditemukan sebagai bagian dari kegiatan preservasi atau pelestarian. Pemeliharaan berasal dari kata dasar pelihara yang berarti jaga atau rawat, sedangkan kata pemeliharaan berarti proses atau cara atau perbuatan yang dilakukan untuk menjaga dan merawat.

Apabila kata “pemeliharaan” dirangkaikan dengan kata “arsip” menjadi “pemeliharaan arsip dapat berarti juga proses atau cara atau perbuatan untuk menjaga dan merawat arsip, sedangkan kata “pengamanan arsip” dapat berarti perbuatan atau cara yang dilakukan agar arsip bebas dari bahaya, bebas dari gangguan, dan terlindung dari kerusakan.

Preservasi arsip” dapat diartikan sebagai pengawetan, pemeliharaan, penjagaan dan perlindungan terhadap arsip. Menurut Bellardo (1992), termasuk dalam kegiatan preservasi adalah memindahkan informasi arsip yang terekam dalam suatu media ke media lainnya, misalnya ke media microfilm. Berdasarkan pada pengertian tersebut maka kegiatan pelestarian atau preservasi arsip sebetulnya meliputi kegiatan pemeliharaan atau perawatan atau penyimpanan dan pengamanan atau perlindungan arsip baik fisik maupun informasi yang terekam di dalamnya.

Setiap format arsip dalam bentuk media apa pun mempunyai sifat-sifat sebagai “arsip”, yaitu sifat permanen. Oleh karena itu, sebaiknya fisik arsip atau media rekam arsip sebagai carrier atau pembawa informasi harus mempunyai kemampuan untuk bertahan selama mungkin dan mempunyai kemampuan daya tahan akibat penggunaan yang berulang-ulang.


Namun demikian, yang perlu diperhatikan bahwa sebagus apa pun media rekam arsip, dia akan tetap mempunyai keterbatasan daya tahan maksimal sehingga media rekam arsip akan tetap mengalami penurunan daya tahan (deterioration) atau bahkan rusak.


Preservasi yang dilakukan sebetulnya hanya sekadar memperlambat kerusakan atau menghambat penurunan daya tahan media rekam arsip sehingga dapat bertahan selama mungkin, lebih lama dari kekuatan maksimal media rekam tersebut.

Langkah preservasi arsip yang dapat dilakukan baik dalam rangka menghadapi faktor internal maupun karena faktor eksternal, dapat dibagi menjadi dua kelompok, pertama preservasi yang bersifat preventif (preventive conservation) dan kedua preservasi yang bersifat perbaikan atau restorasi (restoration conservation). Konservasi preventif dapat dilakukan dengan cara-cara:

1. memonitor lingkungan arsip disimpan;
2. penggunaan alat ukur monitoring lingkungan arsip yang baik dan akurat;
3. penyediaan ruang penyimpanan arsip;
4. pencegahan terhadap berbagai kerusakan arsip akibat ulah manusia, suhu dan kelembaban, intensitas cahaya, dan lain-la

Fungsi yang penting tetapi sering diabaikan dalam penataan arsip untuk menjamin kelestarian informasi yang dikandung di dalam arsip adalah pemeliharaan dan perawatan fisik.



2. KERUSAKAN ARSIP



Pada dasarnya kerusakan arsip disebabkan oleh 3 faktor, yakni biologis, fisik, dan kimiawi. Disamping itu terdapat faktor-faktor lain seperti banjir, kebakaran dan kerusakan lainnya akibat perbuatan manusia itu sendiri, baik yang disengaja maupun tidak.


Kerusakan yang disebabkan oleh faktor biologi banyak menimpa di daerah tropis. Yang termasuk kategori biologis antara lain jamur dan serangga. Berberapa contoh kerusakan arsip dapat dilihat pada gambar-gambar berikut:



Masalah jamur ini perlu mendapat perhatian yang besar. Bakteri penyebab tumbuhnya jamur ini begitu kecilnya, sehingga sangatlah sulit untuk dapat dilihat dengan mata biasa. Jamur ini dapat membusukkan selulos dan kertas. Biasanya kertas berubah menjadi kuning, coklat datu bintik-bintik hitam. Disamping membusukkan selulos, jamur juga merusakkan perekat serta melengketkan antara satu kertas dengan kertas lainnya. Jamur tumbuh terutama disebabkan oleh faktor lingkungan, seperti kelembaban, temperatur dan cahaya. Faktor kelembaban dan temperaturlah seberulnya yang paling berpengaruh. Faktor lain yang memungkinkan untuk tumbuhnya jamur adalah ruang penyimpanan yang terlalu gelap dan kelembaban di atas 0% RH (relative humidity).


Disamping itu, jamur juga menyebabkan timbulnya "foxing" yaitu bintik-bintik coklat pada kertas. Ini banyak terjadi pada kertas-kertas tua. Bintik-bintik tersebut sebagai akibat dari reaksi kimia antara campuran besi yang terkandung di dlaam kertas dan asam organik yang dikeluarkan oleh jamur.


Serangga sering diketemukan di pelbagai tempat di dalam gedung yang gelap. Mereka biasanyam membuat sarang di antara lembar-lembar arsip, rak, almari, laci dan sebagainya. Lem atau perekat dari tepung kanji merupakan makan yang mereka gemari. Sehingga tidak mengherankan jika jilidan buku/arsip mendapat prioritas utama untuk dimakan/dirusak. Selain itu mereka juga merusak kertas, foto, label dan sebagainya.


Beberapa jenis serangga yang menyerang kertas antara lain rayap, ngengat (silferfish), kutu buku (bookworm), dan psocids (semacam kutu buku).



Kerusakan fisik disebabkan oleh faktor cahaya, panas dan air. Ketiganya merupakan penyebab perubahan photochemical, hydrolytic atau oxidatic di dalam kertas.



Penyebab utama dari kehancuran kertas oleh faktor cahaya adalah sinar ultraviolet. Ultraviolet dapat merusakkan selulos kertas dan bahan-bahanlain arsip, tekstil, lukisan, dan sebagainya.



Disamping akibat ultraviolet, juga akibat dari "radiant energy" (kekuatan radian). Kekuatan radian adalah kekuatan dari gerak gelombang sinar yang mengenai suatu objek. Beberapa atau sebagian dari kekuatan radian ini diserap oleh objek yang bersangkutan. Bila mengenai kertas, molekul-molekul pada kertas akan mengembang atau mengurai dan akan mengalami reaksi kimia. Banyak kertas luntur warnanya dan menjadi lemah atau getas jika terkena sinar. Semua sinar, baik sinar matahari maupun yang buatan mengandung unsur sinar ultraviolet.


Kondisi fisik kertas akan terpengaruh oleh derajat panas dan kadar kelembaban di dalam ruang penyimpanan. Derajad panas yang tinggi akan menyebabkan kertas menjadi kering, getas dan mudah rapuh. Sedangkan uap air menyebabkan kertas-kertas menjadi lembab atau basah dan mendorong untuk tumbuhnya jamur.



Zat-zat kimia yang terdapat dlaam udara ruang penyimpanan dan arsip sendiri menyebabkan kerusakan kertas misalnya gas asidik, pencemaran atmosfir, dbu dan tinta. Gas asidik dan pencemaran udaralah yang sangat cepat merusak arsip.



Gas asidik secara perlahan-lahan akan menyerang selulos, dengan akibat kertas menjadi luntur dan getas. Kerusakan akan menjadi lebih hebat lagi jika panas dan uap air yang terkandung di dalam atmosfir melampaui batas yang sebenarnya.



Pencemaran atmosfir adalah salah satu sebab utama merosotnya derajat kimia yang terkandung di dalam kertas. Pencemaran karena adanya nitorogen, sulfur acid penyebab kerusakan terbesar dari pada kertas. Berkas-berkas zat besi dan tembaga yang ada pada kertas atau kulit merupakan katalistor yang sempurna dalam mengubah sulfur dioksid menjadi asam belerang. Asam belerang inilah yang mempunyai daya perusak yang sangat besar terhadap kertas. Pencemaran udara ini banyak terjadi di daerah-daerah industri.